PDIP.kabmalang.com -
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
WAHYU PANCA WARSITA
WAHYU
Menurut sebagian dari faham ajaran spiritual Budaya Jawa, Pancasila itu merupakan bagian dari Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya
(Wahyu tujuh kelompok ajaran yang masing-masing kelompok berisi lima
butir ajaran untuk mencapai kemuliaan, ketenteraman, dan kesejahteraan
kehidupan alam semesta hingga alam keabadian/ akhirat). Sementara itu
ada tokoh spiritual lain menyebutkan Panca Mukti Muni Wacana yang hanya
terdiri atas lima kelompok (bukan tujuh).
Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya itu terdiri atas :
1. Panca Sila.
2. Panca Karya.
3. Panca Guna.
4. Panca Dharma.
5. Panca Jaya.
6. Panca Daya.
7. Panca Pamanunggal.
2. Panca Karya.
3. Panca Guna.
4. Panca Dharma.
5. Panca Jaya.
6. Panca Daya.
7. Panca Pamanunggal.
1. Pancasila
Pancasila merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan pembentukan sikap dasar atau akhlak manusia.
1.1.Hambeg Manembah.
Hambeg manembah adalah sikap ketakwaan seseorang kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Manusia
sebagai makhluk ciptaanNya wajib memiliki rasa rumangsa lan pangrasa
(menyadari) bahwa keberadaannya di dunia ini sebagai hamba ciptaan
Ilahi, yang mengemban tugas untuk selalu mengabdi hanya kepadaNya.
Dengan pengabdian yang hanya kepadaNya itu, manusia wajib melaksanakan
tugas amanah yang diemban, yaitu menjadi khalifah pembangun peradaban
serta tatanan kehidupan di alam semesta ini, agar kehidupan umat
manusia, makhluk hidup serta alam sekitarnya dapat tenteram, sejahtera,
damai, aman sentosa, sehingga dapat menjadi wahana mencapai kebahagiaan
abadi di alam kelanggengan ( akhirat ) kelak ( Memayu hayu harjaning
Bawana, Memayu hayu harjaning Jagad Traya, Nggayuh kasampurnaning hurip
hing Alam Langgeng ).
Dengan
sikap ketakwaan ini, semua manusia akan merasa sama, yaitu berorientasi
serta merujukkan semua gerak langkah, serta sepak terjangnya, demi
mencapai ridlo Ilahi, Tuhan Yang Maha Bijaksana ( Hyang Suksma Kawekas
).
Hambeg
Mangeran ini mendasari pembangunan watak, perilaku, serta akhlak
manusia. Sedangkang akhlak manusia akan menentukan kualitas hidup dan
kehidupan, pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
1.2.Hambeg Manunggal.
Hambeg manunggal
adalah sikap bersatu. Manusia yang hambeg mangeran akan menyadari bahwa
manusia itu terlahir di alam dunia ini pada hakekatnya sama. Kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki oleh setiap insan itu memang merupakan
tanda-tanda kebesaran Hyang Suksma Adi Luwih ( Tuhan Yang Maha Luhur ).
Oleh karena itu sebagai salah satu bentuk dari sikap ketakwaan seseorang
adalah sikap hasrat serta kemauan kerasnya untuk bersatu. Perbedaan
tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain
sebenarnya bukan alat untuk saling berpecah belah, tetapi malah harus
dapat dipersatukan dalam komposisi kehidupan yang serasi serta
bersinergi. Hanya ketakwaan lah yang mampu menjadi pendorong tumbuhnya
hambeg manunggal ini, karena manusia akan merasa memiliki satu tujuan
hidup, satu orientasi hidup, dan satu visi di dalam kehidupannya.
Di
dalam salah satu ajaran spiritual, hambeg manunggal itu dinyatakan
sebagai, manunggaling kawula lan gustine (bersatunya antara rakyat
dengan pemimpin), manunggale jagad gedhe lan jagad cilik (bersatunya
jagad besar dengan jagad kecil ), manunggale manungsa lan alame (
bersatunya manusia dengan alam sekitarnya ), manunggale dhiri lan
bebrayan ( bersatunya individu dengan masyarakat luas ), manunggaling
sapadha-padha ( persatuan di antara sesama ), dan sebagainya.
1.3.Hambeg Welas Asih.
Hambeg welas asih
adalah sikap kasih sayang. Manusia yang hambeg mangeran, akan merasa
dhirinya dengan sesama manusia memiliki kesamaan hakikat di dalam hidup.
Dengan kesadaran itu, setelah hambeg manunggal, manusia wajib memiliki
rasa welas asih atau kasih sayang di antara sesamanya. Sikap kasih
sayang itu akan mampu semakin mempererat persatuan dan kesatuan.
1.4. Hambeg Wisata.
Hambeg wisata
adalah sikap tenteram dan mantap. Karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, manusia akan bersikap tenteram dan merasa mantap di dalam
kehidupannya. Sikap ini tumbuh karena keyakinannya bahwa semua kejadian
ini merupakan kehendak Sang Pencipta.
Hambeg
wisata bukan berarti pasrah menyerah tanpa usaha, tetapi justru karena
kesadaran bahwa semua kejadian di alam semesta ini terjadi karena
kehendakNya, sedangkan Tuhan juga menghendaki manusia harus membangun
tata kehidupan untuk mensejahterakan kehidupan alam semesta, maka dalam
rangka hambeg wisata itu manusia juga merasa tenteram dan mantap dalam
melakukan usaha, berkarya, dan upaya di dalam membangun kesejahteraan
alam semesta. Manusia akan merasa mantap dan tenteram hidup berinteraksi
dengan sesamanya, untuk saling membantu, bahu membahu, saling
mengingatkan, saling mat sinamatan, di dalam kehidupan.
1.5.Hambeg Makarya Jaya Sasama.
Hambeg Makarya Jaya Sasama
adalah sikap kemauan keras berkarya, untuk mencapai kehidupan, kejayaan
sesama manusia. Manusia wajib menyadari bahwa keberadaannya berasal
dari asal yang sama, oleh karena itu manusia wajib berkarya bersama-sama
menurut potensi yang ada pada dirinya masing-masing, sehingga membentuk
sinergi yang luar biasa untuk menjapai kesejahteraan hidup bersama.
Sikap hambeg makarya jaya sesama akan membangun rasa “tidak rela” jika
masih ada sesama manusia yang hidup kekurangan atau kesengsaraan.
2. Panca Karya
Panca karya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan berkarya di dalam kehidupan.
2.1.Karyaning Cipta Tata.
Karyaning
Cipta Tata adalah kemampuan berfikir secara runtut, sistematis, tidak
semrawut ( tidak worsuh, tidak tumpang tindih ). Manusia wajib mengolah
kemampuan berfikir agar mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang
dihadapinya secara sistematis dan tuntas. Setiap menghadapi permasalahan
wajib mengetahui duduk permasalahannya secara benar, mengetahui tujuan
penyelesaian masalah yang benar beserta berbagai standar kriteria
kinerja yang hendak dicapainya, mengetahui kendala-kendala yang ada, dan
menyusun langkah atau strategi penyelesaian masalah yang optimal.
2.2.Karyaning Rasa Resik.
Karyaning
rasa resik adalah kemampuan bertindak obyektif, bersih, tanpa
dipengaruhi dorongan hawa nafsu, keserakahan, ketamakan, atau
kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran/budi
luhur.
2.3.Karyaning Karsa Lugu.
Karyaning Karsa
Lugu adalah kemampuan berbuat bertindak sesuai suara kesucian relung
kalbu yang paling dalam, yang pada dasarnya adalah hakekat kejujuran
fitrah Ilahiyah ( sesuai kebenaran sejati yang datang dari Tuhan Yang
Maha Suci/Hyang Suksma Jati Kawekas ).
2.4.Karyaning Jiwa Mardika.
Karyaning Jiwa Mardika
adalah kemampuan berbuat sesuai dengan dorongan Sang Jiwa yang hanya
menambatkan segala hasil karya, daya upaya, serta cita-cita kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, terbebas dari cengkeraman pancaindera dan hawa nafsu
keserakahan serta ketamakan akan keduniawian. Karyaning Jiwa Mardika
akan mampu mengendalikan keduniaan, bukan diperbudak oleh keduniawian (
Sang Jiwa wus bisa murba lan mardikaake sagung paraboting kadonyan ).
2.5.Karyaning Suksma Meneng.
Karyaning Suksma Meneng
adalah kemampuan berbuat berlandaskan kemantapan peribadatannya kepada
Tuhan Yang Maha Bijaksana, berlandaskan kebenaran, keadilan, kesucian
fitrah hidup, “ teguh jiwa, teguh suksma, teguh hing panembah “. Di
dalam setiap gerak langkahnya, manusia wajib merujukkan hasil karya
ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, yang menitipkan amanah dunia ini
kepada manusia agar selalu sejahtera.
3. Panca Guna.
Panca
guna merupakan butir-butir ajaran untuk mengolah potensi kepribadian
dasar manusia sebagai modal dalam mengarungi bahtera kehidupan.
3.1.Guna Empan Papaning Daya Pikir.
Guna empan papaning daya pikir
adalah kemampuan untuk berkonsentrasi, berfikir secara benar, efektif,
dan efisien ( tidak berfikir melantur, meratapi keterlanjuran,
mengkhayal yang tidak bermanfaat, tidak suka menyia-nyiakan waktu ).
3.2.Guna Empan Papaning Daya Rasa.
Guna empan papaning daya rasa adalah kemampuan untuk mengendalikan kalbu, serta perasaan ( rasa, rumangsa, lan pangrasa ), secara arif dan bijaksana.
3.3.Guna Empan Papaning Daya Karsa.
Guna empan papaning daya karsa adalah kemampuan untuk mengendalikan, dan mengelola kemauan, cita-cita, niyat, dan harapan.
3.4.Guna Empan Papaning Daya Karya.
Guna empan papaning daya karya adalah kemampuan untuk berkarya, berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
3.5.Guna Empan Papaning Daya Panguwasa.
Guna empan papaning daya panguwasa
adalah kemampuan untuk memanfaatkan serta mengendalikan kemampuan,
kekuasaan, dan kewenangan secara arif dan bijaksana (tidak
menyalahgunakan kewenangan). Kewenangan, kekuasaan, serta kemampuan yang
dimilikinya dimanfaatkan secara baik, benar, dan tepat untuk mengelola
(merencanakan, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi ) kehidupan alam
semesta.
4. Panca Dharma.
Panca dharma
merupakan butir-butir ajaran rujukan pengarahan orientasi hidup dan
berkehidupan, sebagai penuntun bagi manusia untuk menentukan visi dan
misi hidupnya.
4.1.Dharma Marang Hingkang Akarya Jagad.
Dharma marang Hingkang Akarya Jagad
adalah melaksanakan perbuatan mulia sebagai perwujudan pelaksanaan
kewajiban umat kepada Sang Pencipta. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang
Mahaesa untuk selalu menghambakan diri kepada-Nya. Oleh karena itu semua
perilaku, budi daya, cipta, rasa, karsa, dan karyanya di dunia tiada
lain dilakukan hanya semata-mata sebagai bentuk perwujudan dari
peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mensejahterakan alam
semesta ( memayu hayuning harjaning bawana, memayu hayuning jagad traya
).
4.2.Dharma Marang Dhirine.
Dharma marang dhirine
adalah melaksanakan kewajiban untuk memelihara serta mengelola dhirinya
secara baik. Olah raga, olah cipta, olah rasa, olah karsa, dan olah
karya perlu dilakukan secara baik sehingga sehat jasmani, rohani, lahir,
dan batinnya.
Manusia
perlu menjaga kesehatan jasmaninya. Namun demikian mengasah budi,
melalui belajar agama, budaya, serta olah batin, merupakan kewajiban
seseorang terhadap dirinya sendiri agar dapat mencapai kasampurnaning
urip, mencapai kebahagiaan serta kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan kesehatan jasmani, rohani, lahir, dan batin tersebut, manusia dapat memberikan manfaat bagi dirinya sendiri.
4.3.Dharma Marang Kulawarga.
Dharma marang kulawarga
adalah melaksanakan kewajiban untuk memenuhi akhak keluarga. Keluarga
merupakan kelompok terkecil binaan manusia sebagai bagian dari
masyarakat bangsa dan negara. Pembangunan keluarga merupakan fitrah
manusiawi. Kelompoh ini tentunya perlu terbangun secara baik. Oleh
karena itu sebagai manusia memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas
masing-masing di dalam lingkungan keluarganya secara baik, benar, dan
tepat.
4.4.Dharma Marang Bebrayan.
Dharma
marang bebrayan adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta
membangun kehidupan bermasyarakat secara baik, agar dapat membangun
masyarakat binaan yang tenteram damai, sejahtera, aman sentosa.
4.5.Dharma Marang Nagara.
Dharma
marang nagara adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun
negara sesuai peran dan kedudukannya masing-masing, demi kesejahteraan,
kemuliaan, ketenteraman, keamanan, kesetosaan, kedaulatan, keluhuran
martabat, kejayaan, keadilan, dan kemakmuran bangsa dan negaran beserta
seluruh lapisan rakyat, dan masyarakatnya.
5. Panca Jaya.
Panca jaya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan penetapan standar kriteria atau tolok ukur hidup dan kehidupan manusia.
5.1.Jayeng Dhiri.
Jayeng dhiri
artinya mampu menguasai, mengendalikan, serta mengelola dirinya
sendiri, sehingga mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang
dihadapinya, tanpa kesombongan ( ora rumangsa bisa, nanging bisa
rumangsa lan hangrumangsani, kanthi rasa, rumangsa, lan pangrasa ).
5.2.Jayeng Bhaya.
Jayeng Bhaya
artinya mampu menghadapi, menanggulangi, dan mengatasi semua bahaya,
ancaman, tantangan, gangguan, serta hambatan yang dihadapinya setiap
saat, dengan modal kepandaian, kepiawaian, kecakapan, akal, budi pekeri,
ilmu, pengetahuan, kecerdikan, siasat, kiat-kiat, dan ketekunan yang
dimilikinya. Dengan modal itu, seseorang diharapkan mampu mengatasi
semua permasalahan dengan cara yang optimal, tanpa melalui pengorbanan (
mendatangkan dampak negatif ), sehingga sering disebut ‘nglurug tanpa
bala, menang tanpa ngasorake‘ ( menyerang tanpa pasukan, menang dengan
tidak mengalahkan).
5.3.Jayeng Donya.
Jayeng donya
artinya mampu memenuhi kebutuhan kehidupan di dunia, tanpa dikendalikan
oleh dorongan nafsu keserakahan. Dengan kemampuan mengendalikan nafsu
keserakahan di dalam memenuhi segala bentuk hajat serta kebutuhan hidup,
maka manusia akan selalu peduli terhadap kebutuhan orang lain, dengan
semangat tolong menolong, serta memberikan hak-hak orang lain, termasuk
fakir miskin ( orang lemah yang nandang kesusahan/ papa cintraka).
5.4.Jayeng Bawana Langgeng.
Jayeng bawana langgeng
artinya mampu mengalahkan semua rintangan, cobaan, dan godaan di dalam
kehidupan untuk mempersiapkan diri, keturunan, dan generasi penerus
sehingga mampu mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan
akhirat.
5.5.Jayeng Lana ( mangwaseng hurip lahir batin kanthi langgeng ).
Jayeng lana
artinya mampu secara konsisten menguasai serta mengendalikan diri lahir
dan batin, sehingga tetap berada pada hidup dan kehidupan di bawah
ridlo Ilahi.
6. Panca Daya.
Panca daya
merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan sikap dan perilaku manusia
sebagai insan sosial, atau bagian dari warga masyarakat, bangsa dan
negara. Di samping itu sementara para penghayat spiritual kebudayaan
Jawa mengisyaratkan bahwa pancadaya itu merupakan komponen yang mutlak
sebagai syarat pembangunan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera,
aman, dan sentosa lahir batin.
6.1.Daya Kawruh Luhuring Sujanma.
Daya kawruh luhuring sujanma artinya kekuatan ilmu pengetahuan yang mampu memberikan manfaat kepada kesejahteraan alam semesta.
6.2.Daya Adiling Pangarsa.
Daya adiling pangarsa/tuwanggana artinya kekuatan keadilan para pemimpin.
6.3.Daya Katemenaning Pangupa Boga.
Daya katemenaning pangupa boga artinya kekuatan kejujuran para pelaku perekonomian ( pedagang, pengusaha ).
6.4.Daya Kasetyaning Para Punggawa lan Nayaka.
Daya kasetyaning para punggawa lan nayaka artinya kekuatan kesetiaan para pegawai/ karyawan.
6.5.Daya Panembahing Para Kawula.
Daya panembahing para kawula artinya
kekuatan kemuliaan akhlak seluruh lapisan masyarakat ( mulai rakyat
kecil hingga para pemimpinnya; mulai yang lemah hingga yang kuat, mulai
yang nestapa hingga yang kaya raya, mulai kopral hingga jenderal, mulai
sengsarawan hingga hartawan ).
7. Panca Pamanunggal ( Panca Panunggal ).
Panca pamanunggal adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat spiritual jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini.
Panca pamanunggal adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat spiritual jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini.
7.1.Pandhita Suci Hing Cipta Nala.
Pandita suci hing cipta nala
adalah sosok insan yang memiliki sifat fitrah, yaitu kesucian lahir
batin, kesucian fikir dan tingkah laku demi memperoleh ridlo Ilahi.
7.2.Pamong Waskita.
Pamong waskita adalah sosok insan yang mampu menjadi pelayan masyarakat yang tanggap aspirasi yang dilayaninya.
7.3.Pangayom Pradah Ber Budi Bawa Bawa Leksana.
Pangayom pradhah ber budi bawa leksana
adalah sosok insan yang mampu melindungi semua yang ada di bawah
tanggungjawabnya, mampu bersifat menjaga amanah dan berbuat adil
berdasarkan kejujuran.
7.4.Pangarsa Mulya Limpat Wicaksana.
Pangarsa mulya limpat wicaksana
artinya sosok insan pemimpin yang berbudi luhur, berakhlak mulia,
cakap, pandai, handal, profesional, bertanggungjawab, serta bijaksana.
7.5.Pangreh Wibawa Lumaku Tama.
Pangreh wibawa lumaku tama
artinya sosok insan pengatur, penguasa, pengelola yang berwibawa,
memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, mampu mengatur bawahan dengan
kewenangan yang dimilikinya, tetapi tidak sewenang-wenang, karena berada
di dalam selalu berada di dalam koridor perilaku yang mulia (laku
utama).
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
0 komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar???? untuk PDI Perjuangan Kabupaten Malang