PDIP.kabmalang.com -
Sumber : Beita Jatim
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
Selasa, 23 Juli 2013 13:13:16 WIB
Reporter : Rahardi Soekarno J.
Reporter : Rahardi Soekarno J.
Surabaya (beritajatim.com)
- Pihak KPU Jatim, Bawaslu Jatim, dan tim kampanye pasangan calon yang
maju di pemilukada Jatim 2013, nampaknya harus segera bertemu. Sebab
belum adanya kata sepakat soal kampanye membuat banyak persoalan di
berbagai daerah, khususnya menyangkut dampak lingkungan dan keamanan di
sejumlah daerah di Jatim.
Komisioner KPU Jatim Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Data, Agus Mahfudz Fauzi, Selasa (23/7/2013) mengatakan, pihaknya baru akan bertemu dengan Bawaslu Jatim sekitar Jumat (26/7) atau Sabtu (27/7) mendatang. "Kami masih mencocokkan jadwal. Agar bisa sekali pembahasan langsung selesai," ujarnya.
Agus mengaku tidak mengira bahwa masalah kampanye ini akan berdampak panjang. "Sebenarnya sudah ada kesepakatan di Bawaslu pekan lalu kalau untuk sementara bergantung pada Perda atau Perwali," dalihnya. Tapi, ternyata penertiban baliho tersebut tak bisa berjalan lancar.
Sekedar diketahui, hingga saat ini aturan baku soal definisi kampanye belum disepakati. Akibatnya terjadi silang pendapat antara tim sukses, bawaslu, maupun aparat pemerintah daerah yang melakukan penertiban. Hingga kemarin masih ada dua aliran yang sama kuat. Yakni, aliran kumulatif (harus ada empat unsur yakni, gambar, nomor urut, visi-misi, dan ajakan mencoblos calon baru bisa disebut kampanye, red) dan aliran nonkumulatif (bila ada salah satu unsur saja, maka sudah dianggap kampanye, red).
Sementara itu, Bawaslu Jatim tetap bersikukuh dengan pandangan nonkomulatif. "Sudahlah, kalau dikurangi satu unsur, mosok ya tidak disebut kampanye. Karena gambar sudah ada, dan jelas-jelas ada pesan politik," tegas anggota Bawaslu Jatim Bidang Penindakan Sri Sugeng Pudjiatmiko.
Untuk itu, dirinya bersikukuh bahwa daripada terkesan mencari-cari celah aturan, mending aturan ditegaskan, tapi waktu kampanye diperpanjang.
Di bagian lain, pakar lingkungan hidup Unair Suparto Wijoyo mengatakan bahwa seharusnya tak perlu bersusah payah berpikir soal reklame baliho. "Karena jelas-jelas, bahwa baliho-baliho tersebut merusak estetika dan lingkungan kota. Ini menunjukkan bagaimana komitmen pasangan calon tersebut terhadap lingkungan," tuturnya.
Suparto Wijoyo kemudian menunjukkan contoh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. "Tanpa menggunakan baliho, Jokowi saja bisa menang. Karena yang ditawarkan adalah ide-ide, gagasan-gagasan. Bukan karena baliho," imbuhnya.
Untuk itu, Suparto Wijoyo menghimbau kepada semua pasangan calon untuk meminimalisir penggunaan baliho. "Jangan sampai ada ambisi politik sesaat, terus kemudian jor-joran pasang baliho. Padahal, masyarakat sudah jengah dengan hal-hal seperti itu," harapnya.
Suparto juga menyarankan kepada masing-masing pasangan calon untuk menggunakan media lainnya dalam berkampanye. "Bisa di internet yang lebih bebas aturannya, atau di media cetak, televisi, atau radio. Kan, kampanyenya tidak menjadikan Bumi beban tambahan," pungkas staf ahli menteri lingkungan hidup ini. [tok/kun]
Komisioner KPU Jatim Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Data, Agus Mahfudz Fauzi, Selasa (23/7/2013) mengatakan, pihaknya baru akan bertemu dengan Bawaslu Jatim sekitar Jumat (26/7) atau Sabtu (27/7) mendatang. "Kami masih mencocokkan jadwal. Agar bisa sekali pembahasan langsung selesai," ujarnya.
Agus mengaku tidak mengira bahwa masalah kampanye ini akan berdampak panjang. "Sebenarnya sudah ada kesepakatan di Bawaslu pekan lalu kalau untuk sementara bergantung pada Perda atau Perwali," dalihnya. Tapi, ternyata penertiban baliho tersebut tak bisa berjalan lancar.
Sekedar diketahui, hingga saat ini aturan baku soal definisi kampanye belum disepakati. Akibatnya terjadi silang pendapat antara tim sukses, bawaslu, maupun aparat pemerintah daerah yang melakukan penertiban. Hingga kemarin masih ada dua aliran yang sama kuat. Yakni, aliran kumulatif (harus ada empat unsur yakni, gambar, nomor urut, visi-misi, dan ajakan mencoblos calon baru bisa disebut kampanye, red) dan aliran nonkumulatif (bila ada salah satu unsur saja, maka sudah dianggap kampanye, red).
Sementara itu, Bawaslu Jatim tetap bersikukuh dengan pandangan nonkomulatif. "Sudahlah, kalau dikurangi satu unsur, mosok ya tidak disebut kampanye. Karena gambar sudah ada, dan jelas-jelas ada pesan politik," tegas anggota Bawaslu Jatim Bidang Penindakan Sri Sugeng Pudjiatmiko.
Untuk itu, dirinya bersikukuh bahwa daripada terkesan mencari-cari celah aturan, mending aturan ditegaskan, tapi waktu kampanye diperpanjang.
Di bagian lain, pakar lingkungan hidup Unair Suparto Wijoyo mengatakan bahwa seharusnya tak perlu bersusah payah berpikir soal reklame baliho. "Karena jelas-jelas, bahwa baliho-baliho tersebut merusak estetika dan lingkungan kota. Ini menunjukkan bagaimana komitmen pasangan calon tersebut terhadap lingkungan," tuturnya.
Suparto Wijoyo kemudian menunjukkan contoh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. "Tanpa menggunakan baliho, Jokowi saja bisa menang. Karena yang ditawarkan adalah ide-ide, gagasan-gagasan. Bukan karena baliho," imbuhnya.
Untuk itu, Suparto Wijoyo menghimbau kepada semua pasangan calon untuk meminimalisir penggunaan baliho. "Jangan sampai ada ambisi politik sesaat, terus kemudian jor-joran pasang baliho. Padahal, masyarakat sudah jengah dengan hal-hal seperti itu," harapnya.
Suparto juga menyarankan kepada masing-masing pasangan calon untuk menggunakan media lainnya dalam berkampanye. "Bisa di internet yang lebih bebas aturannya, atau di media cetak, televisi, atau radio. Kan, kampanyenya tidak menjadikan Bumi beban tambahan," pungkas staf ahli menteri lingkungan hidup ini. [tok/kun]
Sumber : Beita Jatim
Kontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com
0 komentar:
Posting Komentar
Ada Komentar???? untuk PDI Perjuangan Kabupaten Malang