PDIP.kabmalang.com - PRO kontra pencapresan Jokowi itu
biasa-biasa saja. Setiap warganegara berhak mengemukakan pendapatnya
masing-masing dan dijamin undang-undang, sejauh komentarnya tidak
melanggar peraturan-perundang—undangan dan tidak bernuansa SARA serta
menjunjung tinggi etika dan norma-norma. Justru, dengan adanya pro
kontra bisa menambah wawasan berpikir para pembacanya.
Namun berdasarkan pengamatan penulis, 99% komentar
yang menolak pencapresan Jokowi banyak yang tidak disertai alasan atau
argumentasi dan bahkan terkesan mengada-ada, tidak faktual, tidak
realistis bahkan beberapa di antaranya merupakan komentar –komentar yang
lucu.
Beberapa komentar tersebut antara lain:
1.”Megawati tidak mungkin akan mencapreskan Jokowi, baik pada Pemilu 2014 maupun Pemilu 2014”
(Komentar yang membingungkan, sebab tidak
didukung argumentasi atau penalaran yang rasional. Lucu, sebab
komentarnya tidak didukung argumentasi).
2.”Jokowi nyapres berarti Jokowi mengingkari janjinya seperti yang diucapkan saat kampanye cagub DKI Jakarta”
( Janji Jokowi adalah janji politik dan di dalam
politik bisa saja janjinya didelegasikan atau dilaksanakan yang
mewakilinya, dalam hal ini Basuki TP apabila menjadi Gubernur DKI
jakarta nantinya. Lucu, soalnya ada kesan janji politik itu tidak boleh
didelegasikan)
3.”Mengurus Jakarta saja belum selesai kok akan mengurus Indonesia”
(Kalau Jokowi menjadi presiden, tentunya mengurus semua daerah yang ada di Indonesia, termasuk mengurus DKI Jakarta, paling tidak dalam hal dana maupun dukungan politik. Lucu, sudah banyak yang dikerjakan Jokowi, tapi tidak diketahui dan tidak diakuinya)
(Kalau Jokowi menjadi presiden, tentunya mengurus semua daerah yang ada di Indonesia, termasuk mengurus DKI Jakarta, paling tidak dalam hal dana maupun dukungan politik. Lucu, sudah banyak yang dikerjakan Jokowi, tapi tidak diketahui dan tidak diakuinya)
4.”Masih banyak gubernur yang lebih berprestasi
daripada Jokowi, kenapa harus Jokowi yang belum punya prestasi apa-apa
yang dicapreskan?”
(Untuk menjadi capres unsur terpenting adalah
faktor tingginya elektabilitas. Walaupun mungkin ada gubernur lain yang
punya prestasi banyak, tapi kalau elektabilitasnya rendah, tentu orang
yang faham ilmu politik tak akan mencapreskannya. Lucu, wong
gubernur/walikota lain tidak ada yang nyapres kok dimasukkan dalam
kategori capres)
5.”Jokowi namanya terkenal kan karena PDI-P punya banyak uang untuk membayar lembaga-lembaga survei untuk mempopulerkan Jokowi”
(Komentar yang tidak didukung fakta atau bukti,
berdasarkan suudzon dan curiga saja, bisa dikategorikan sebagai fitnah.
Lucu, karena tidak melihat capres-capres lain yang tiap haari memasang
iklan di TV selama berbulan-bulan).
6.”Jokowi itu kurus. Jadi gubernur aja nggak ada potongan, apalagi jadi presiden”.
(Komentar yang lucu. Memangnya kalau jadi
gubernur atau presiden harus gemuk? Kalau kurus tidak pantas? Dasar
logikanya bagaimana? Dasar hukumnya apa? Sebuah komentar yang pasti
ditulis atau diucapkan orang yang belum faham politik. Lucu, ukuran
tubuh kok dijadikan ukuran atau parameter atau syarat untuk menjadi
capres).
7.”PDI-P punya dana besar sehingga mampu mempopulerkan Jokowi”
(Kalau dana besar, pastilah Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto juaranya. Mereka mampu pasang iklan berbulan-bulan sepanjang hari. Sedangkan Jokowi tidak pernah diiklankan. Dicapreskanpun belum —saat artikel ini dibuat— Lucu,padahal capres-capres lain ada yang punya dana jauh lebih besar)
(Kalau dana besar, pastilah Aburizal Bakrie dan Prabowo Subianto juaranya. Mereka mampu pasang iklan berbulan-bulan sepanjang hari. Sedangkan Jokowi tidak pernah diiklankan. Dicapreskanpun belum —saat artikel ini dibuat— Lucu,padahal capres-capres lain ada yang punya dana jauh lebih besar)
8.”Pastilah, di belakang Jokowi ada banyak konglomerat hitam yang mendukungnya”
(Komentar yang tidak berdasar dan tidak didukung
bukti-bukti. Hanya berdasarkan perkiraan—perkiraan yang tidak ada nilai
kebenarannya. Kalau memang ada, siapa nama-nama konglomerat itu dan
dalam bentuk apa buktinya? Lucu, bisa menduga ada konglomerat tapi tidak
bisa menyebutkan nama-nama konglomeratnya)
9.”Belum tentu Jokowi mau dicapreskan”
(Bagi yang faham bahasa politik tentu bisa
menterjemahkan ucapan Jokowi “Tanyakan saja sama Bu Megawati”. Kalimat
politis-diplomatis. Kalau Jokowi bilang “Saya kan sedang sibuk
mengurusi ini-itu ke sana kemari”, itu merupakan ucapan Jokowi sebagai
gubernur, bukan sebagai politisi. Sebagai politisi, tentu Jokowi siap
mengemban tugas dicapreskan oleh PDIP/Megawati. Bahasa Jokowi sebagai
gubernur dan sebagai politisi harus dibedakan. Lucu, kalau belum tentu
kan artinya bisa ya dan bisa tidak).
10.”Memang, tidak ada undang-undang yang
melarang Jokowi jadi capres. Tapi dari sisi etika, Jokowi akan dinilai
tidak etis karena belum menyeleasikan tugasnya sebagai gubernur, sudah
langsung menjadi capres”
(Etika? Etika politik yang benar selalu
memprioritaskan kepentingan yang lebih luas daripada kepentingan yang
lebih sempit. Jokowi sebagai capres tentu akan mengurusi negara, bukan
mengurus satu povinsi saja. Dan kalau Jokowi memberikan alasan-alasannya
ke warga DKI jakarta pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada
umumnya, pastilah sebagian besar akan menyambutnya dengan baik. Lucu,
etika politik kok dihubungkan dengan maasa jaabatan. Kalau mengundurkan
diri secara baik-baik dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta,
tentunya itu perilaku yang etis).
Dan masih banyak komentar-komentar yang penulis
terima, baik dari blog, portal, e-mail, SMS maupun lewat Facebook.
Sebagian komentar mencerminkan ketidakfahaman mereka terhadap dunia
politik yang sesungguhnya. Soal apakah nanti Jokowi jadi atau tidak jadi
dicapreskan atau soal terpilih atau tidak terpilih sebagai presiden,
itu masalah lain. Di dalam dunia politik selalu banyak faktor X yang
kadang-kadang sulit diperhitungkan sebab politik itu sifatnya sangat
dinamis.
Ciri-ciri komentar yang baik:
-Ada argumentasi yang berwawasan luas
-Sesuai format logika yang baku
-Fokus, faktual, realistis,rasional dan objektif
-Tidak apriori atau suudzon
-Merupakan hasil sebuah analisa
Meskipun demikian, semua komentar layak dihargai walaupun belum memenuhi syarat-syarat komentar yang baik.
Hariyanto Imadha
Pengamat perilaku
Pengamat perilaku
Sejak 1973
Sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/09/05/politik-komentar-komentar-lucu-yang-menolak-pencapresan-jokowi-587033.htmlKontributor Artikel & Foto : Herman Hidayat Profile Facebook Herman Hidayat klik di sini. Herman adalah Pemilik MestiMoco.com.
www.MestiMoco.com